Bernafigasi Pada WhatsApp Windows Lebih Cepat Dan Efisien Dengan Shorcut

Kontributor: Fahri Algifari Editor: Chito Laksilf Assalamualaikum Hello sobat BMT. Apa kabarnya nih? Wah, senang sekali penulis dapat menjumpai sobat semua. Dalam kesempatan ini, penulis menghadirkan shortcut-shortcut yang bisa membantu sobat BMT bernavigasi di whatsapp terbaru. Baik itu yang whatsapp desktop, ataupun yang whatsapp beta. Berikut daftar shortcutnya: Shortcut Bawaan WhatsApp beta/desktop: Chat baru: Ctrl+N Tutup obrolan: Ctrl+W/Ctrl+F4 Tutup aplikasi: Alt+F4 Grup baru: Ctrl+Shift+N Cari: Ctrl+F Cari di obrolan: Ctrl+Shift+F Pengaturan: Ctrl+P Bisukan obrolan: Ctrl+Shift+M Tandai telah dibaca: Ctrl+Shift+U Panel emoji: Ctrl+Shift+E Panel GIF: Ctrl+Shift+G Obrolan sebelumnya: Ctrl+Shift+[/Ctrl+Shift+Tab Obrolan selanjutnya: Ctrl+Shift+]/Ctrl+Tab Buka obrolan: Ctrl+Angka1 Sampai angka9 Shortcut Add-on whatsapp+ (Addon NVDA pendukung Whatsapp Beta/Desktop) ALT +O - Tekan tombol "More Options". ALT+ Q - Menanggapi pe...

PEMAHAMAN GURU SEKOLAH UMUM TERHADAP PENDIDIKAN INKLUSI

Editor: Chito Laksilf
Kontributor

Universitas Islam Nusantara
E-mail

Abstract

Inclusive education is an education delivery system that provides opportunities for children with special needs to receive education or learning in one environment with students in general, besides that these children can also study in the same class without being differentiated from other children.
The challenges of inclusive education in Indonesia as an inclusive system include the teacher's lack of knowledge of children with special needs, the lack of teacher skills in dealing with children with special needs, the inability of teachers to facilitate the needs of children with special needs.
By using a quantitative approach to research methods with descriptive methods.
The source of the research data was 27 elementary, junior high, high school, and special school teachers.
Data collection using a questionnaire technique using google forms.
With the results of the research showing that as many s 77.8% of teachers understand what inclusive education is, and as much as 88.5% of student with special needs in the teachers class, as well as teachers who give opinions as much as 74% with opinions including inclusive education is good for children because will create friendly learning for children with special needs and also regular.
Because all student are entitled to the same educational services.
Schools should also not discriminate between student, and for children who are in inklisive education they need a special accompanying teacher because basically children with special needs are special. The existence of inclusive education shows that there is a form of tolerance among people.
Keywords: : inclusive, public school teachers, ABK, Education, challenges of inclusive education.

Abstrak

Pendidikan inklusi adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan bagi anak berkebutuhan khusus untuk mendapat pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan dengan peserta didik pada umumnya selain itu anak tersebut juga dapat belajar di kelas yang sama tanpa dibedakan dengan anak lainnya.
Tantangan pendidikan inklusi di Indonesia sebagai sistem inklusi diantaranya:
kurang pengetahuan guru terhadap anak berkebutuhan khusus, minimnya keterampilan guru dalam menangani anak berkebutuhan khusus,
ketidak mampuan guru memfasilitasi kebutuhan anak berkebutuhan khusus.
Dengan menggunakan metode penelitian pendekatan kuantitatif dengan metode deskriptif.
Sumber data penelitiannya adalah para guru SD, SMP, SMA, dan SLB sebanyak 27 orang.
Pengumpulan data dengan Teknik angket menggunakan google form.
Dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 77,8% guru memahami apa itu Pendidikan inklusi, dan sebanyak 88,5% keberadaan peserta didik berkebutuhan khusus didalam kelas guru, serta guru yang memberikan pendapat sebanyak 74% dengan pendapat antara lain:
Pendidikan inklusi baik untuk anak karna akan terciptanya pembelajaran yang ramah bagi anak berkebutuhan khusus dan juga reguler.
Karna seluruh peserta didik berhak mendapatkan pelayanan Pendidikan yang sama.
Sekolah pun harusnya tidak membeda-bedakan peserta didik, dan bagi anak yang berada dipendidikan inklusi memerlukan guru pendamping khusus karna pada dasarnya anak berkebutuhan khsus itu istimewa.
Adanya Pendidikan inklusi ini memperlihatkan bahwa adanya bentuk toleransi antar sesama.
Kata Kunci: Inklusif, guru sekolah umum, ABK, Pendidikan, Tantangan Pendidikan Inklusi.

PENDAHULUAN

Pendidikan inklusif merupakan pendidikan yang menghargai keberagaman.
Pendidikan tersebut memandang bahwa setiap individu dapat berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
Melalui pendidikan inklusif, anak berkebutuhan khusus dapat belajar bersama-sama dengan anak pada umumnya, pada tempat yang sama dengan pelayanan yang berbeda (Suwandayani, 2019: 45).
Pendidikan inklusi merupakan sesuatu yang baru di dunia pendidikan Indonesia.
Istilah Pendidikan Inklusif atau inklusi, mulai mengemuka sejak tahun 1990, Ketika konferensi dunia tentang pedidikan untuk semua, yang diteruskan dengan pernyataan tentang Pendidikan inklusi pada tahun 1994.
Pendidikan khusus merupakan Pendidikan yang diperuntukan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena memiliki kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan memiliki potensi kecerdasan serta bakat istimewa.
Oleh karena itu, untuk mendorong kemampuan pembelajaran mereka dibutuhkan lingkungan belajar yang kondusif, baik tempat belajar, metode, sistem penilaian, sarana dan prasarana serta yang tidak kalah pentingnya adalah tersedianya media Pendidikan yang memadai sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
Peraturan pemerintah No.70 Tahun 2009 Pasal 1 menyatakan bahwa Pendidikan inklusi adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua siswa yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya (Budianto , 2017 : 12).
Pentingnya guru untuk mengetahui tentang pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan pada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.
Anak disabilitas (ABK) memiliki hambatan dalam mengikuti pembelajaran, hambatan itu mulai dari gradasi paling berat sampai dengan yang paling ringan.
Bagi peserta didik yang memiliki hambatan berat, mereka di didik di Sekolah Luar Biasa (SLB) dan Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB).
Sedangkan yang memiliki hambatan belajar pada gradasi sedang dan ringan dapat di didik di sekolah umum/sekolah regular.
Pendidikan bagi ABK di sekolah umum/sekolah regular disebut pendidikan inklusi (Martika, Tiyas dkk 2020 : 16 ).
Selain peraturan dan undang-undang yang sudah ditetapkan, kunci dari keberhasilan pendidikan inklusi adalah seorang guru, bagaimana cara guru mengimplementasikan pengetahuan pendidikan anak berkebutuhan khusus pada ruang kelas.
Saat sekolah menjadi sekolah inklusi, peran seorang guru akan semakin beragam pula. Guru harus menyesuaikan praktik mereka untuk mengakomodasi anak-anak dari semua kemampuan.
Adaptasi dari berbagai sumber pengetahuan diperlukan untuk memenuhi kebutuhan peserta didik.
Keberhasilan Pendidikan inklusi bergantung pada sikap guru. Guru mungkin memiliki sikap yang berbeda pada siswa dengan kebutuhan khusus berdasarkan pengalaman, pelatihan dan keyakinan diri mereka (Emam & Mohamed, 2011).
Pendidikan yang harus dimiliki oleh guru yaitu pendidikan inklusi merupakan hal yang penting, supaya guru pendidikan inklusi dapat mengimplementasikan pengetahuan yang dimiliki dengan praktek didalam kelas.
Pendidikan inklusi dapat sukses dilaksanakan jika guru memiliki pengetahuan dan pengalaman yang cukup tentang pendidikan inklusi (Parey, 2019).
Pelatihan pada guru pendidikan inklusi disarankan diberikan pada masa magang sehingga guru tidak memiliki pengetahuan dan pengalaman yang minim (Song, dkk, 2019)
Namun, penerapan pendidikan inklusi di Indonesia dari definisi tersebut masih dibilang kurang.
Dimulai dari factor pendidikannya, kurikulumnya, fasilitasnnya, hingga anak berkebutuhan khususnya yang masih sulit menyesuaikan diri dengan teman-temannya.
Sekolah inklusi di Indonesia khususnya di Jakarta tergolong masih sangat sedikit dan sekolah-sekolah umum yang menerapkan program inklusi masih belum matang atau siap dalam menjalankan program tersebut.
Ketidak siapan tersebut berupa kekurangan Guru Pendamping Khusus (GPK) yang benar-benar menempuh jenjang Pendidikan Luar Biasa (PLB).
Sekolah umum yang belum siap tersebut masih menjadikan guru yang bukan lulusan PLB sebagai guru pembimbing khusus. Dampaknya, banyak guru yang tidak mengerti cara menangani dengan baik dalam bidang emosi atau kognitif anak berkebutuhan khusus yang kambuh atau kumat. Pendidikan inklusi di Indonesia masih terbilang rendah.
Dimana kurangnya persiapan dalam melaksanakan pendidikan inklusi sehingga bisa dibilang masih jauh dari harapan masyarakat. Rendahnya mentalitas pendidikan inklusi karena terdapat pandangan orang tua yang merasa ragu untuk memasukan anaknya ke sekolah inklusi karena menganggap sekolah tersebut berisi anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus. Oleh karena itu, sekolah inklusi di Indonesia masih kurang dan jumlah guru pembimbing khususnya masih kurang sehingga menambah anggapan negative orang tua terhadap sekolah inklusi bahwa guru-gru yang mengajar anak berkebutuhan khusus seenaknya sendiri dan tanpa mengikuti program atau kurikulum yang ada.
Hal tersebut menyebabkan anak merasa kurang nyaman saat proses belajarnya dan mengakibatkan sekolah inklusi kurang diminati oleh masyarakat.
Pemerintah Indonesia mendeklarasikan secara resmi program “Indonesia Menuju Pendidikan Inklusi” di kota Bandung pada tahun 2004 untuk membangun masyarakat yang inklusif memerangi diskriminasi, menciptakan masyarakat terbuka dan mencapai pendidikan untuk semua maka terciptalah solusi sekolah reguler dengan orientasi inklusif.
Pelaksanaan sekolah inklusi tentunya tidak luput dari berbagai macam permasalahan.
Tidak hanya terkait dengan kesiapan guru namun juga siswa, orang tua, sekolah, masyarakat, pemerintah serta kurangnya sarana prasarana tetapi juga minimnya kerjasama dari berbagai pihak.
Dalam konteks ini, guru menjadi salah satu faktor utama dalam proses pendidikan inklusi.
Tetapi jika tidak ada bantuan dari pihak-pihak lain tentunya pelaksanaan sekolah inklusi tidak bisa berjalan maksimal, sehingga tidak hanya guru yang ditangani tetapi perlu menumbuhkan budaya sekolah inklusi baik di dalam sekolah ataupun komunitas di luar sekolah tersebut.
Tentunya campur tangan pemerintah turut menentukan pelaksanaan sekolah inklusi tersebut.
Permasalahan - permasalahan tersebut akan saling berhubungan antara satu dengan yang lain, baik dari permasalahan guru, siswa, sekolah, masyarakat, maupun pemerintah.
Pertama, dalam permasalahan guru, guru merasa bahwa kurang memiliki kemampuan dalam menangangi ABK. Hal ini disebabkan karena guru kurang memahami tentang ABK dan sekolah inklusi sehingga berdampak pada masalah selanjutnya yaitu menjadi kesulitan tersendiri dalam proses belajar mengajar.
Selain itu, latar belakang guru yang tidak sesuai dengan yang dibutuhkan yaitu dari lulusan pendidikan luar biasa menjadikan beban kerja yang berat bagi guru itu sendiri.
Sekolah reguler memiliki guru pembingbing khusus yang ditunjuk langsung oleh sekolah untuk melaksanakan tugas tambahan sebagai guru pembimbing khusus. Sehingga guru pembimbing khusus biasanya merupakan guru mata pelajaran dan guru kelas yang notabenya bukanlah lulusan Pendidikan Luar Biasa (Maghfiroh, dkk, 2022).
Pada dasarnya tugas guru yang paling utama adalah mengajar dan mendidik. Sebagai pengajar guru merupakan medium atau perantara aktif antara siswa dan ilmu pengetahuan, sedang sebagai pendidik guru merupakan medium aktif antara siswa dan huluan/filsafat negara dan kehidupan masyarakat dengan segala seginya, dan dalam mengembangkan karakter siswa serta mendekatkan mereka dengan pengaruh-pengaruh dari luar yang baik dan menjauhkan mereka dari pengaruh-pengaruh yang buruk (Hidayat , 2009).
Dengan demikian seorang guru wajib memiliki segala sesuatu yang erat hubungannya dengan bidang tugasnya, yaitu pengetahuan, sifat-sifat kepribadian, serta kesehatan jasmani dan rohani.
Ada tiga kemampuan yang harus dimiliki oleh guru yang unggul dan tangguh di sekolah inklusif, yaitu :
  • Pertama, kemampuan umum (general ability)
    antara lain adalah memiliki ciri warga negara yang religious dan kepribadian, memiliki sikap dan kemampuan mengaktualisasikan diri sebagai warga negara, memiliki sikap dan kemampuan mengakui dan menghargai keberagamaan peserta didik.
  • Kedua, kemampuan dasar (basic ability)
    meliputi memahami dan mampu mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus, memahami konsep dan mampu merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus,
    mampu memberikan layanan bimbingan dan konseling anak berkebutuhan khusus, mampu mengembangkan kurikulum sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan anak berkebutuhan khusus.
  • Ketiga, kemampuan khusus (specific ability)
    kemampuan ini meliputi mampu melakukan modifikasi perilaku, menguasai konsep dan keterampilan pembelajaran bagi anak yang mengalami gangguan/kelainan penglihatan,
    menguasai konsep dan keterampilan pembelajaran bagi anak yang mengalami gangguan/kelainan intelektual dan lambat belajar, menguasai konsep dan keterampilan pembelajaran bagi anak yang mengalami keterampilan pembelajaran bagi anak yang mengalami gangguan kelainan perilaku dan sosial
    dan menguasai konsep dan keterampilan pembelajaran bagi anak yang mengalami kesulitan belajar.
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk meneliti pemahaman terhadap guru tentang Pendidikan inklusi di Indonesia.

METODE PENELITIAN


Sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu mengetahui pemahaman terhadap guru tentang Pendidikan inklusi di Indonesia peneliti menentukan metode penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode deskriptif.
Sumber data penelitiannya adalah para guru SD, SMP, SMA, dan SLB sebanyak 27 orang.
Pengumpulan data dengan teknik angket menggunakan google form.
Aspek yang dikaji pada penelitian ini adalah pemahaman responden terhadap pendidikan inklusi, keberadaan peserta didik berkebutuhan khusus didalam kelas, pendapat responden terhadap Pendidikan inklusi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil angket dari 27 responden peneliti memperoleh data dan informasi sebagai berikut:
  1. Pemahaman responden terhadap pendidikan inklusi,
  2. Keberadaan peserta didik berkebutuhan khusus didalam kelas,

Pendapat responden terhadap pendidikan inklusi.

Adapun data sebaran respondennya adalah sebagai berikut: Gambar 1. Pemahaman Responden Terhadap Pendidikan Inklusi
Berdasarkan gambar di atas diketahui bahwa responden menjawab pertanyaan yang bervariatif.
Gambar 1 menjelaskan bahwa sebanyak 77,8% responden memahami apa itu pendidikan inklusi dan 22,2% responden tidak memahami pendidikan inklusi.
Berdasarkan data yang kami dapat tampak bahwa sudah ada perkembangan ketika Sekolah umum yang belum siap tersebut masih menjadikan guru yang bukan lulusan PLB sebagai guru pembimbing khusus.
Dampaknya, banyak guru yang tidak mengerti cara menangani dengan baik dalam bidang emosi atau kognitif anak berkebutuhan khusus yang kambuh atau kumat.
Tetapi berdasarkan data ini responden sudah lebih banyak mengetahui pemahaman terhadap pendidikan inklusi.
Gambar 2. Keberadaan Peserta Didik Berkebutuhan Khusus didalam Kelas


Berdasarkan gambar 2 bahwa ada 88,5% keberadaan peserta didik berkebutuhan khusus didalam kelas responden dan 11,5% tidak ada nya peserta didik berkebutuhan khusus didalam kelas responden.
Pada pembahasan sebelumnya dibahas tentang keberadaan peserta didik berkebutuhan khusus didalam kelas dan selanjutnya akan membahas mengenai pendapat responden terhadap pendidikan inklusi
disini responden yang berpendapat ada 74% serta responden yang tidak memberikan pendapat sebanyak 24%.
Adapun pendapat responden antara lain:
  1. pendidikan inklusi baik untuk anak karna akan terciptanya pembelajaran yang ramah bagi anak berkebutuhan khusus dan juga reguler, karna seluruh peserta didik berhak mendapatkan pelayanan pendidikan yang sama.
  2. Sekolah pun harusnya tidak membeda-bedakan peserta didik, dan bagi anak yang berada di pendidikan inklusi memerlukan guru pendamping khusus karena pada dasarnya anak berkebutuhan khusus itu istimewa.
Adanya pendidikan inklusi ini memperlihatkan bahwa adanya bentuk toleransi antar sesama.

SIMPULAN DAN REKOMENDASI
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan inklusi merupakan program yang terstruktur mengikuti kelebihan dan kemampuan yang dimiliki anak serta menjunjung tinggi toleransi.
Akan tetapi, penerapan pendidikan inklusi di Indonesia dari definisi tersebut masih dibilang kurang karena beberapa faktor, dimulai dari faktor pendidikannya, kurikulumnya, fasilitasnya, singga anak berkebutuhan khususnya yang masih sulit menyesuaikan diri dengan teman-temannya.
Rendahnya mentalitas pendidikan inklusi karena orang tua ragu dan menganggap sekolah tersebut berisi anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus. Maka perlu dibutuhkan solusi untuk meningkatkan pelaksanaan sekolah inklusi di Indonesia, misalnya memperbanyak guru pembimbing khusus yang berasal dari lulusan PLB, menunjang sarana prasarana demi keberlangsungan proses pembelajaran, dan pemerintah Indonesia telah melaksanakan Pendidikan inklusi untuk memfasilitasi dan memberikan hak kepada anak-anak berkebutuhan yang semakin tahun semakin meningkat jumlahnya, keberhasilan sekolah inklusi perlu melibatkan banyak pihak, diantaranya: komunitas sekolah seperti guru, guru pendamping kelas, orang tua, siswa, tim administrative sekolah, komunitas sekolah untuk memaksimalkan kinerja guru, dan pemerintah bisa berfokus pada penyelesaian permasalahan yang berkaitan dengan guru, seperti peningkatan pemahaman dan potensi guru karena guru adalah ujung tombak dalam pelaksanaan pendidikan.
Berdasarkan hasil penelitian dalam menggunakan angket hasil dari responder sebanyak 27 orang dengan latar belakang mayoritas berasal dari Sekolah Luar Biasa (SLB) dapat disimpulkan bahwa 77,8% responder paham tentang pendidikan inklusi karena sebagian responder merupakan guru Sekolah Inklusi dan guru Sekolah Luar Biasa. Dan 11,5% lainnya menyatakan tidak paham terhadap pendidikan inklusi karena tidak bekerja di sekolah inklusi.
DAFTAR PUSTAKA
Suwandayani, Beti Istanti. 2019. Penerapan Pendidikan Inklusi Berbasis Kontekstual di Sekolah Dasar Budiyanto, 2017, Pengantar Pendidikan Khusus Martika, Tias. Salim, Abdul. Yusuf, Munawir, 2020, Analisis Kompetensi Pedagogi ke-PLB-an Guru Berdasarkan Intensitas Keikutsertaan Pelatihan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Inklusi Maghfiroh, Meilani Nur. Andika, Pratiwi, Marcela, Afifah, 2022, Permasalahan Yang di Hadapi Dalam Pelaksanaan Sekolah Inklusi di Indonesia Musyafira, Ilena Dwika. Hendriani, 2021, Sikap Guru Dalam Mendukung Keberhasilan Pendidikan Inklusi.

Komentar

Post Unggulan