Pemerintah Indonesia mendeklarasikan secara resmi program “Indonesia Menuju Pendidikan Inklusi” di kota Bandung pada tahun 2004 untuk membangun masyarakat yang inklusif memerangi diskriminasi, menciptakan masyarakat terbuka dan mencapai pendidikan untuk semua maka terciptalah solusi sekolah reguler dengan orientasi inklusif.
Pelaksanaan sekolah inklusi tentunya tidak luput dari berbagai macam permasalahan.
Tidak hanya terkait dengan kesiapan guru namun juga siswa, orang tua, sekolah, masyarakat, pemerintah serta kurangnya sarana prasarana tetapi juga minimnya kerjasama dari berbagai pihak.
Dalam konteks ini, guru menjadi salah satu faktor utama dalam proses pendidikan inklusi.
Tetapi jika tidak ada bantuan dari pihak-pihak lain tentunya pelaksanaan sekolah inklusi tidak bisa berjalan maksimal, sehingga tidak hanya guru yang ditangani tetapi perlu menumbuhkan budaya sekolah inklusi baik di dalam sekolah ataupun komunitas di luar sekolah tersebut.
Tentunya campur tangan pemerintah turut menentukan pelaksanaan sekolah inklusi tersebut.
Permasalahan - permasalahan tersebut akan saling berhubungan antara satu dengan yang lain, baik dari permasalahan guru, siswa, sekolah, masyarakat, maupun pemerintah.
Pertama, dalam permasalahan guru, guru merasa bahwa kurang memiliki kemampuan dalam menangangi ABK. Hal ini disebabkan karena guru kurang memahami tentang ABK dan sekolah inklusi sehingga berdampak pada masalah selanjutnya yaitu menjadi kesulitan tersendiri dalam proses belajar mengajar.
Selain itu, latar belakang guru yang tidak sesuai dengan yang dibutuhkan yaitu dari lulusan pendidikan luar biasa menjadikan beban kerja yang berat bagi guru itu sendiri.
Sekolah reguler memiliki guru pembingbing khusus yang ditunjuk langsung oleh sekolah untuk melaksanakan tugas tambahan sebagai guru pembimbing khusus. Sehingga guru pembimbing khusus biasanya merupakan guru mata pelajaran dan guru kelas yang notabenya bukanlah lulusan Pendidikan Luar Biasa (Maghfiroh, dkk, 2022).
Pada dasarnya tugas guru yang paling utama adalah mengajar dan mendidik. Sebagai pengajar guru merupakan medium atau perantara aktif antara siswa dan ilmu pengetahuan, sedang sebagai pendidik guru merupakan medium aktif antara siswa dan huluan/filsafat negara dan kehidupan masyarakat dengan segala seginya, dan dalam mengembangkan karakter siswa serta mendekatkan mereka dengan pengaruh-pengaruh dari luar yang baik dan menjauhkan mereka dari pengaruh-pengaruh yang buruk (Hidayat , 2009).
Dengan demikian seorang guru wajib memiliki segala sesuatu yang erat hubungannya dengan bidang tugasnya, yaitu pengetahuan, sifat-sifat kepribadian, serta kesehatan jasmani dan rohani.
Ada tiga kemampuan yang harus dimiliki oleh guru yang unggul dan tangguh di sekolah inklusif, yaitu :
- Pertama, kemampuan umum (general ability)
antara lain adalah memiliki ciri warga negara yang religious dan kepribadian, memiliki sikap dan kemampuan mengaktualisasikan diri sebagai warga negara, memiliki sikap dan kemampuan mengakui dan menghargai keberagamaan peserta didik.
- Kedua, kemampuan dasar (basic ability)
meliputi memahami dan mampu mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus, memahami konsep dan mampu merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus,
mampu memberikan layanan bimbingan dan konseling anak berkebutuhan khusus, mampu mengembangkan kurikulum sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan anak berkebutuhan khusus.
- Ketiga, kemampuan khusus (specific ability)
kemampuan ini meliputi mampu melakukan modifikasi perilaku, menguasai konsep dan keterampilan pembelajaran bagi anak yang mengalami gangguan/kelainan penglihatan,
menguasai konsep dan keterampilan pembelajaran bagi anak yang mengalami gangguan/kelainan intelektual dan lambat belajar, menguasai konsep dan keterampilan pembelajaran bagi anak yang mengalami keterampilan pembelajaran bagi anak yang mengalami gangguan kelainan perilaku dan sosial
dan menguasai konsep dan keterampilan pembelajaran bagi anak yang mengalami kesulitan belajar.
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk meneliti pemahaman terhadap guru tentang Pendidikan inklusi di Indonesia.
METODE PENELITIAN
Sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu mengetahui pemahaman terhadap guru tentang Pendidikan inklusi di Indonesia peneliti menentukan metode penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode deskriptif.
Sumber data penelitiannya adalah para guru SD, SMP, SMA, dan SLB sebanyak 27 orang.
Pengumpulan data dengan teknik angket menggunakan google form.
Aspek yang dikaji pada penelitian ini adalah pemahaman responden terhadap pendidikan inklusi, keberadaan peserta didik berkebutuhan khusus didalam kelas, pendapat responden terhadap Pendidikan inklusi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil angket dari 27 responden peneliti memperoleh data dan informasi sebagai berikut:
- Pemahaman responden terhadap pendidikan inklusi,
- Keberadaan peserta didik berkebutuhan khusus didalam kelas,
Pendapat responden terhadap pendidikan inklusi.
Adapun data sebaran respondennya adalah sebagai berikut:
Gambar 1. Pemahaman Responden Terhadap Pendidikan Inklusi
Berdasarkan gambar di atas diketahui bahwa responden menjawab pertanyaan yang bervariatif.
Gambar 1 menjelaskan bahwa sebanyak 77,8% responden memahami apa itu pendidikan inklusi dan 22,2% responden tidak memahami pendidikan inklusi.
Berdasarkan data yang kami dapat tampak bahwa sudah ada perkembangan ketika Sekolah umum yang belum siap tersebut masih menjadikan guru yang bukan lulusan PLB sebagai guru pembimbing khusus.
Dampaknya, banyak guru yang tidak mengerti cara menangani dengan baik dalam bidang emosi atau kognitif anak berkebutuhan khusus yang kambuh atau kumat.
Tetapi berdasarkan data ini responden sudah lebih banyak mengetahui pemahaman terhadap pendidikan inklusi.
Gambar 2. Keberadaan Peserta Didik Berkebutuhan Khusus didalam Kelas
Berdasarkan gambar 2 bahwa ada 88,5% keberadaan peserta didik berkebutuhan khusus didalam kelas responden dan 11,5% tidak ada nya peserta didik berkebutuhan khusus didalam kelas responden.
Pada pembahasan sebelumnya dibahas tentang keberadaan peserta didik berkebutuhan khusus didalam kelas dan selanjutnya akan membahas mengenai pendapat responden terhadap pendidikan inklusi
disini responden yang berpendapat ada 74% serta responden yang tidak memberikan pendapat sebanyak 24%.
Adapun pendapat responden antara lain:
- pendidikan inklusi baik untuk anak karna akan terciptanya pembelajaran yang ramah bagi anak berkebutuhan khusus dan juga reguler, karna seluruh peserta didik berhak mendapatkan pelayanan pendidikan yang sama.
- Sekolah pun harusnya tidak membeda-bedakan peserta didik, dan bagi anak yang berada di pendidikan inklusi memerlukan guru pendamping khusus karena pada dasarnya anak berkebutuhan khusus itu istimewa.
Adanya pendidikan inklusi ini memperlihatkan bahwa adanya bentuk toleransi antar sesama.
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan inklusi merupakan program yang terstruktur mengikuti kelebihan dan kemampuan yang dimiliki anak serta menjunjung tinggi toleransi.
Akan tetapi, penerapan pendidikan inklusi di Indonesia dari definisi tersebut masih dibilang kurang karena beberapa faktor, dimulai dari faktor pendidikannya, kurikulumnya, fasilitasnya, singga anak berkebutuhan khususnya yang masih sulit menyesuaikan diri dengan teman-temannya.
Rendahnya mentalitas pendidikan inklusi karena orang tua ragu dan menganggap sekolah tersebut berisi anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus. Maka perlu dibutuhkan solusi untuk meningkatkan pelaksanaan sekolah inklusi di Indonesia, misalnya memperbanyak guru pembimbing khusus yang berasal dari lulusan PLB, menunjang sarana prasarana demi keberlangsungan proses pembelajaran, dan pemerintah Indonesia telah melaksanakan Pendidikan inklusi untuk memfasilitasi dan memberikan hak kepada anak-anak berkebutuhan yang semakin tahun semakin meningkat jumlahnya, keberhasilan sekolah inklusi perlu melibatkan banyak pihak, diantaranya: komunitas sekolah seperti guru, guru pendamping kelas, orang tua, siswa, tim administrative sekolah, komunitas sekolah untuk memaksimalkan kinerja guru, dan pemerintah bisa berfokus pada penyelesaian permasalahan yang berkaitan dengan guru, seperti peningkatan pemahaman dan potensi guru karena guru adalah ujung tombak dalam pelaksanaan pendidikan.
Berdasarkan hasil penelitian dalam menggunakan angket hasil dari responder sebanyak 27 orang dengan latar belakang mayoritas berasal dari Sekolah Luar Biasa (SLB) dapat disimpulkan bahwa 77,8% responder paham tentang pendidikan inklusi karena sebagian responder merupakan guru Sekolah Inklusi dan guru Sekolah Luar Biasa. Dan 11,5% lainnya menyatakan tidak paham terhadap pendidikan inklusi karena tidak bekerja di sekolah inklusi.
DAFTAR PUSTAKA
Suwandayani, Beti Istanti. 2019. Penerapan Pendidikan Inklusi Berbasis Kontekstual di Sekolah Dasar
Budiyanto, 2017, Pengantar Pendidikan Khusus
Martika, Tias. Salim, Abdul. Yusuf, Munawir, 2020, Analisis Kompetensi Pedagogi ke-PLB-an Guru Berdasarkan Intensitas Keikutsertaan Pelatihan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Inklusi
Maghfiroh, Meilani Nur. Andika, Pratiwi, Marcela, Afifah, 2022, Permasalahan Yang di Hadapi Dalam Pelaksanaan Sekolah Inklusi di Indonesia
Musyafira, Ilena Dwika. Hendriani, 2021, Sikap Guru Dalam Mendukung Keberhasilan Pendidikan Inklusi.
Komentar
Posting Komentar
Terimakasih telah berkomentar!
Komentar anda akan kami tinjau, jika terdapat tulisan yang tidak pantas, komentar anda akan segera dihapus.
Salam, Blind Media Technology